Pemerintahan Trump kembali menghadapi gugatan hukum, kali ini dari kontraktor USAID dan sejumlah organisasi nonpemerintah (LSM) yang menuduh bahwa pembekuan bantuan luar negeri melanggar konstitusi. Gugatan ini diajukan setelah kebijakan tersebut menyebabkan kerugian besar bagi organisasi pelaksana program bantuan global, termasuk PHK massal, penghentian program, dan ancaman kebangkrutan.
Bagi perusahaan dan LSM yang menjalankan program USAID, pembekuan ini bukan sekadar persoalan politik, melainkan soal keberlangsungan hidup. Ribuan karyawan telah kehilangan pekerjaan, program-program penting terhenti, dan jutaan orang di seluruh dunia kini tidak lagi memiliki akses ke bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa.
Gugatan yang diajukan pada Selasa lalu ini menargetkan langsung kebijakan pembekuan bantuan luar negeri yang dilakukan pemerintahan Trump. Para penggugat, termasuk organisasi besar seperti Global Health Council, Chemonics International, dan HIAS, menuduh bahwa pemerintah telah melanggar konstitusi dengan membekukan dana yang telah disetujui oleh Kongres. Gugatan ini juga menyebutkan nama Presiden Donald Trump, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan sejumlah pejabat tinggi lainnya sebagai tergugat.
Dalam dokumen gugatan, para penggugat menyatakan bahwa tindakan pemerintah telah menciptakan “kekacauan dalam pendanaan dan administrasi” program USAID. Mereka menuduh bahwa pembekuan ini melampaui kewenangan eksekutif dan bertentangan dengan mandat pendanaan yang telah ditetapkan oleh Kongres.
“Kita tidak dapat melebih-lebihkan dampak dari tindakan yang melanggar hukum ini,” bunyi gugatan tersebut. “Bisnis besar dan kecil dipaksa menutup program mereka, anak-anak kelaparan di seluruh dunia kehilangan bantuan, dan populasi global menghadapi ancaman penyakit mematikan.”
Pembekuan bantuan ini telah melumpuhkan banyak program penting di seluruh dunia. Democracy International, salah satu penggugat, terpaksa menghentikan program kesehatan di Bangladesh dan memberhentikan hampir seluruh stafnya. DAI Global, yang juga menjadi penggugat, melaporkan bahwa mereka menunggu pembayaran lebih dari $120 juta untuk pekerjaan yang telah selesai, sementara Chemonics International menghadapi risiko kedaluwarsa obat-obatan senilai $150 juta yang tertahan di gudang.
Program-program penting lainnya, seperti pelacakan kekerasan terhadap komunitas Kristen di Burkina Faso, program keamanan siber di Ukraina, dan kampanye antimalaria di Afrika, juga terhenti. Akibatnya, jutaan orang yang bergantung pada bantuan ini kini berada dalam kondisi rentan.
Chemonics, yang menjalankan Program Rantai Pasokan Kesehatan Global — proyek pengadaan dan manajemen pasokan terbesar USAID — melaporkan bahwa sebanyak 566.000 orang, termasuk 215.000 anak-anak, berisiko meninggal akibat HIV/AIDS, malaria, dan kebutuhan kesehatan reproduksi yang tidak terpenuhi jika bantuan tidak segera dilanjutkan.
Argumen Hukum
Gugatan ini menyoroti beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan pemerintah, termasuk pelanggaran doktrin pemisahan kekuasaan dalam Konstitusi. Para penggugat menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki hak untuk membubarkan USAID, sebuah badan independen yang dibentuk oleh Kongres, atau menahan dana yang telah dianggarkan untuk bantuan luar negeri.
Selain itu, gugatan ini juga menuduh bahwa pemerintah melanggar Undang-Undang Pengawasan Penahanan, yang mengatur bahwa dana yang telah disetujui oleh Kongres harus digunakan sesuai dengan mandatnya. Pemerintah juga dianggap melanggar Undang-Undang Prosedur Administratif karena gagal memberikan alasan yang jelas dan rasional untuk pembekuan bantuan.
“Tindakan pemerintah sewenang-wenang dan tidak masuk akal,” kata gugatan tersebut. “Mereka gagal mempertimbangkan dampak dari kebijakan ini, termasuk fakta bahwa program-program ini tidak dapat begitu saja dimulai kembali jika pendanaan dipulihkan.”
Gugatan ini bukan satu-satunya perlawanan hukum terhadap kebijakan pembekuan bantuan luar negeri pemerintahan Trump. Dalam seminggu terakhir, dua gugatan serupa telah diajukan, termasuk oleh organisasi nirlaba yang menerima bantuan asing dan serikat pekerja USAID. Ketiga gugatan ini kini berada di bawah pengawasan hakim yang sama, Loren AliKhan, yang sebelumnya telah mengeluarkan perintah penahanan sementara untuk menghentikan pembekuan dana domestik.
Selain itu, gugatan lain yang diajukan oleh serikat pekerja USAID berhasil memulihkan 2.200 karyawan yang sebelumnya dirumahkan. Namun, pemerintah kini menghadapi tekanan yang semakin besar untuk membenarkan kebijakan pembekuan bantuan yang telah menyebabkan kekacauan di berbagai sektor.
Gugatan ini mencerminkan eskalasi perlawanan terhadap kebijakan luar negeri pemerintahan Trump yang kontroversial. Dengan dampak yang meluas pada organisasi pelaksana dan jutaan penerima bantuan di seluruh dunia, hasil dari gugatan ini akan menjadi penentu penting bagi masa depan program bantuan luar negeri AS. Sidang pertama untuk kasus ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu mendatang, dan banyak pihak kini menunggu keputusan pengadilan dengan harapan besar.
Leave a Reply